Dulu kami pernah memposting kekaromahan tentang beliau..namun sekarang saya mempunyai keinginan mencari berita tentang latar belakang beliau dalam keluarga..dan Alahmdulillah saya mendapatkanya dri berbagai sumber di blog islami..berikut latar belakang beliau...
Habib Munzir adalah hamba Allah yang sangat zuhud. Zuhud adalah hidup dengan sederhana dalam keduniawian. Zuhud tidak ada sangkut pautnya dengan harta yang digunakan di jalan Allah. Habib Munzir berusaha untuk zuhud dengan cara menghilangkan cinta pada semua hal yang bersifat duniawi, berupa harta dan yang sebagainya yang tidak ada sangkut pautnya dengan keperluan da’wah.
Habib Munzir memang mempunyai mobil. Beliau membutuhkan mobil untuk mencapai banyaknya majelis dan ketepatan waktu untuk tiba di lokasi yang sudah ditunggu puluhan ribu orang hampir setiap malamnya. Sebenarnya, tanpa Habib Munzir mempunyai kendaraan pun, Habib akan siap dijemput oleh ribuan mobil yang akan mengantar beliau kemana pun beliau akan pergi. Namun Habib tak mau menyusahkan orang lain, apalagi membebani para penyelenggara untuk harus menyediakan kendaraan penjemput pula. Maka Habib membeli mobil dengan cara diangsur.
Habib merawat mobil itu sebaik-baiknya, merawat mekanik dan mesinnya dengan perawatan yang sangat serius, demi tak menghambat kelancaran da’wah Habib. Namun Habib tidak perdulikan body mobil yang sudah penuh baret dan penyok khususnya di kiri body mobil yang selalu terdesak oleh ribuan orang yang berebutan menyalami hampir tiap malamnya. Habib merasa tak perlu membenahi bodynya, yang Habib butuhkan adalah mesinnya dan bagian dalamnya untuk kelancaran da’wah. Lagi pula kalaupun diperbaiki, pintu kiri mobil tersebut akan rusak kembali diserbu jama’ah tiap malam.
Banyak orang menyarankan dan mengejek, “Kenapa mobil penyok-penyok ini tak diganti dengan yang lebih bagus, atau paling tidak dibenahi? Apakah tidak malu menggunakan mobil penyok-penyok begini kesana kemari padahal Habib memimpin jutaan ummat?” Habib Munzir sungguh tidak malu. Biar saja demikian. Jamaah tidak melihat kendaraan. Jamaah butuh penyampaian dan bimbingan. Bukan masalah mobil tua atau penyok dan tak sedap dilihat. Habib tak rela mengeluarkan 1 rupiah pun untuk membenahi bodynya. Karena itu bukan hajat da’wah. Lebih baik diberikan pada fuqara di jalanan jika ada kelebihan harta.
Hingga kini, Habib Munzir masih mengontrak. Walaupun rumah kontrakan itu besar dan bagus, tentunya itu hajat da’wah untuk menampung tamu khususnya majelis nisa (majelis kaum wanita) setiap minggu sorenya dirumah. Jika rumah Habib sempit, maka massa akan memenuhi dan meluber ke luar rumah dan mengganggu kenyamanan tetangga pula. Maka Habib berusaha dengan kemampuan Habib untuk mengontrak rumah besar. Namun hanya bisa menampung sekitar 700 orang saja. Jika massa melebihi itu, Habib belum ada kemampuan mengontrak rumah yang lebih besar lagi.
Habib menata rumah senyaman mungkin. Tetapi itu demi kenyamanan jama’ah yang menghadiri majelis. Di kontrakan ini, Habib tidak banyak mempunyai benda dan perangkat rumah. Kesemuanya hampir merupakan milik orang yang Habib mengontrak padanya. Habib hanya membeli dua perangkat kursi rotan. Habib memasang karpet di seluruh rumah, bukan lain demi kenyamanan hadirin. Hanya sebuah lemari pakaian, sebuah kasur, dan sebuah kulkas dan beberapa hal lainnya yang Habib miliki. Sisanya adalah perangkat yang membawa kenyamanan pada hadirin, seperti kipas angin, dispenser di hampir setiap sudut ruangan beserta gelas-gelasnya, dan gorden gorden pemisah jika tamu adalah pria dan wanita.
Namun akhir-akhir ini ketika Habib terkena penyakit peradangan otak belakang, maka Habib perlu menata kamar untuk lebih kedap suara. Karena suara keras sangat mengganggu istirahat Habib. Jika istirahat Habib terganggu, maka da’wah pada jutaan ummat ini juga terganggu.
Habib tak punya banyak waktu mendidik anak-anaknya. Habib Munzir jarang sempat duduk dengan mereka. Namun ibundanya yang mengambil alih pendidikan anak. Habib mendatangkan guru untuk hafalan al-Qur’an anak-anaknya, guru yang mengajari ilmu umum dan guru ilmu agama. Sesekali Habib memanggil anak-anaknya untuk menasehati, dan untuk menjajaki hafalan mereka dalam ilmu umum, hafalan Al-Qur’an, dan ilmu syariahnya.
Allah SWT sangat memberi Habib anugerah yang di luar dugaan. Puji syukur bagi-Nya, anak-anak beliau berubah semakin baik dan berbudi luhur. Sering mereka menangis dalam doa. Sering mereka memimpikan Rasul SAW. Mereka tidak nakal, baik, beradab, sopan, ceria, dan menyenangkan. Adab sunnah mereka sangat mereka perhatikan. Mereka tidak tidur sebelum bersama-sama membaca surat Tabarak (al-Mulk) dan doa tidur. Mereka bangun sebelum adzan subuh dan saling membangunkan satu sama lain untuk membaca zikir subuh. Mereka berjamaah subuh dengan Habib Munzir atau bersama ibunya, atau mereka saja bertiga. Padahal usia anak Habib Munzir yang tertua baru 9 tahun yaitu Fatimah Azzahra. Dan yang kedua, Muhammad, yang masih berusia 7 tahun. Dan Hasan, yang masih berusia 5 tahun.
Anak-anak itu saling menasihati dalam menjalankan sunnah makan, sunnah minum, sunnah tidur, dsb. Sering Habib Munzir mencuri dengar ketika mereka bertiga bercengkerama. Yang mereka bicarakan adalah rindu pada Rasul SAW, wajah Rasul SAW yang teriwayatkan, dan budi pekerti Rasul SAW yang mereka dengar dari ceramah-ceramah Habib Munzir.
Mereka tak suka dan tak pernah kenal dengan lagu-lagu duniawi. Qasidah majelis dan bacaan al-Qur’an murottal yang mengisi telinga mereka di siang malamnya.
Mereka tak mau membuka auratnya di muka umum. Bahkan yang bungsu pun selalu menangis tersedu-sedu jika shalat subuh berjamaah dengan Habib Munzir. Bahkan Habib Hasan pernah datang terlambat. Ketika ditanya, ia berkata sambil menangis, “Hasan semalam mengompol. Hasan terpaksa mandi dulu dan ganti baju. Hasan jadi terlambat (masbuq) dalam shalat bersama abiy (ayah).”
Habib Hasan pernah menghilang dari majelis. Habib Munzir melirik ke kiri dan ke kanan. Ia tak ada. Kemudian Habib Hasan datang di tengah acara dengan wajah penuh airmata dan cemberut. Selepas majelis, Habib Munzir bertanya kepadanya. Habib Hasan berkata, “Hasan lupa membawa peci. Hasan tidak mau masuk Masjid tanpa peci. Hasan nangis di luar. Lalu ada jamaah yang membelikan Hasan peci. Barulah hasan masuk Masjid, dan Hasan jadi telat..”
Demikian pula Habib Muhammad. Beliau pernah menghilang dari panggung majelis, pergi entah kemana. Di akhir acara beliau baru muncul. Beliau berkata, “Muhammad mau pipis, tapi banyak perempuan. Jadi Muhammad malu dan tidak mau ke kamar mandi yang banyak perempuan. Akhirnya Muhamamad diantar jama’ah ke rumah yang jauh untuk pipis.” Padahal usianya baru 7 tahun, namun rasa malunya melebihi pria dewasa. Bahkan pria dewasa saat ini banyak yang tak punya malu untuk berkhalwat dengan wanita yang bukan muhrimnya.
Anak-anak Habib Munzir tentunya ada nakalnya. Namun nakalnya adalah hal yang luhur. Mereka sangat senang berkemah bahkan acapkali mereka bertiga tidur di kemah di halaman rumah. Karena mereka sering mendengar bahwa nabi SAW sering berkemah saat safar. Mereka juga paling suka bermain pedang-pedangan, memanah dan berenang. Habib Munzir sering kesal melihat barang-barang berantakan di rumah saat pulang. Ternyata mereka main perang-perangan dan membuat keadaan berantakan. Namun Habib Munzir tak memarahi mereka. Karena itu adalah hal yang wajar pada anak-anak.
Mereka tak pula suka menonton televisi. Mereka lebih suka menonton film vcd cerita para nabi, vcd majelis-majelis, lalu masing-masing ribut membahasnya. Sungguh didikan-didikan ini muncul dari tarbiyah ilahiyah.
Demikian pula Habibah Fatimah yang kini sudah membeli cadar pula. Saat ke majelis-majelis, ia bercadar. Habib Munzir sempat menegur istrinya, “Untuk apa ia pakai cadar? Usianya masih kecil. Biar saja. Nanti ia jatuh tersandung.” Berkata istri Habib Munzir, “Fatimah menabung berbulan-bulan sendiri di celengannya untuk membeli cadar.” Maka Habib Munzir diam saja, tak mau mengecewakan Habibah Fatimah.
Anak-anak Habib Munzir sering mendapat uang hadiah dari jama’ah. Mereka menyimpannya di celengan. Habib Munzir bertanya, “Untuk apa kalian menyimpan uang itu? Mau beli apa? Sepeda? Mobil-mobilan? Atau apa?” Mereka berkata, “Kami mau menabung untuk bisa pergi ke Madinah untuk ziarah nabi SAW. Kami mau beli pesawat sendiri, jadi bisa mengajak jama’ah majelis ramai-ramai ke Madinah, Muhammad jadi pilotnya, Hasan jadi kondekturnya, dan Fatimah jadi pramugarinya.” Habib Munzir hanya bisa geleng-geleng dan membiarkan saja.
Mereka sudah hafal berjuz-juz Al-Qur’an. Mereka tidak sekolah ke sekolah umum, tetapi home schooling. Karena itu pilihan mereka. Ternyata hasilnya lebih baik. Habib Hasan, walau usianya 5 tahun, beliau sudah kelas 3. Habib Muhammad, walau usianya 7 tahun, beliau sudah kelas 5. Dan Habibah Fatimah sudah setingkat kelas 2 SMP. Mereka mengikuti tes di rumah, dan mendapat raportnya dengan diantarkan gurunya ke rumah. Habib Munzir menyediakan guru pula untuk membantu hafalan mereka.
Walau hal ini tampak berlebihan dan cukup besar biayanya, namun ini jauh lebih berharga daripada jika mereka tak melakukannya. Zuhud adalah berhemat dan tidak mencintai harta, tetapi menjalankan harta pada tempatnya, tidak kikir harta untuk mencapai keridhoan Allah SWT, sebaliknya kikir harta untuk dikeluarkan pada urusan duniawi.
Dalam soal makanan, Habib Munzir tidak lagi mau membeli makanan sembarangan di pasar, karena kini banyak beredar ayam tiren (ayam bangkai yang mati kemarin), demikian gelar yang umum di masyarakat. Kita bisa bayangkan, pasar induk Jakarta menerima jutaan ayam yang dipasok dari daerah setiap harinya. Ayam diangkut dengan truk atau kendaraan bak terbuka, bisa dipastikan dari 100 ayam ada beberapa yang mati, terhimpitkah, atau sebab lainnya. Maka puluhan ribu ayam bangkai beredar setiap hari di ibukota.
Sebagian penjual justru suka membelinya karena harganya lebih murah. Demikian pula restoran, warteg dll, mereka sering lebih suka membelinya karena lebih murah. Walau ada juga restoran-restoran yang tak mau membeli ayam bangkai. Namun para oknum pegawainya ada saja yang melakukan itu dengan mengantongi hasil yang lebih. Sebab ayam yang dibeli adalah ayam bangkai, tanpa sepengetahuan pemilik restoran.
Maka Habib Munzir curiga (tidak menuduh) pada KFC dll, yang menyajikan ribuan ekor ayam tiap harinya, sangat mungkin ada oknum bagian pembelanjaan yang melakukan kejahatan tsb. Walau kita tak menuduh secara keseluruhan karena tidak ada / belum ada buktinya. Namun Habib Munzir lebih memilih untuk berhati-hati.
Demikian pula gorengan yang dijual oleh para penjualnya, nasi goreng dll. Mereka banyak memakai minyak jelantah. Walau tidak kesemuanya berbuat demikian. Apakah minyak jelantah itu? Ia adalah limbah minyak bekas memasak di hotel-hotel berbintang dan restoran-restoran mewah, yang tidak sedikit yang menyediakan makanan seperti babi, katak, dlsb yang diharamkan. Maka minyak itu telah bercampur dengan makanan haram. Para penjual gorengan dan nasi goreng dll itu mungkin tak menyadarinya, atau mengetahuinya tapi tidak perduli.
Demikian pula kambing pada sate dan sop yang dijual. Pernah Habib Munzir temukan oknum yang mencampurnya dengan daging tikus.
Demikian pula masakan padang atau warteg (Habib Munzir bukan memvonis), namun ada laporan dari pihak jamaah Majelis Rasulullah, bahwa tetangganya bekerja sebagai pemasok kaskus sapi ke restoran-restoran padang dan lainnya. Ia menggantinya dengan kaskus babi. Karena lebih banyak dagingnya, menjadi lebih mahal harga jualnya, namun lebih murah ia membelinya dari pemasok kaskus babi itu dari wilayah luar kota.
Hukum dari makanan-makanan di atas tidak haram secara mutlak, kecuali sudah terbukti dengan dua saksi ada yang siap bersaksi akan hal itu. Namun hukum makanan-makanan di atas menjadi syubhat, tidak haram memakannya, namun jika betul ia ada campuran yang haram, akan membawa dampak pada tubuh kita untuk malas beribadah, dan semangat berdosa.
Curigalah, misalnya anda selalu melakukan ibadah dengan taraf tertentu. Lalu setelah makan di restoran fulan, atau beli gorengan dari penjual gorengan, atau setelah makan suatu makanan, maka saat anda ibadah terasa sangat berat, malas, dan serba gundah. Lalu coba hindari makanan itu. Jika anda kembali pada kesempurnaan ibadah yang biasa Anda capai, maka telah jelas makanan yang anda makan saat itu mengandung hal yang haram.
Makanan halal memicu pada semangat beribadah, dan malas berbuat mungkar. Sedangkan makananan haram memicu malas berbuat pahala dan semangat berbuat dosa. Makanan syubhat ada ditengah-tengahnya. Bisa mengandung yang haram, bisa tidak. Maka Habib Munzir tak mau berspekulasi.
Habib Munzir memerintahkan pembantu di rumah beliau untuk membeli kambing, ayam, dan sapi, pada tempat yang langsung menyediakannya berikut menternaknya. Ia menjual ayam hidup, tinggal pilih, mau ayam yang mana, ia menyembelihnya, membersihkannya, dan menyerahkannya pada kita dengan kesaksian kita sendiri. Demikian pula penjual kambing ada beberapa tempat yang memang peternak kambing. Ia memotong kambing sendiri, dan menjualnya, maka ia terpercaya, demikian pula sapi.
Hati-hati dengan sosis, karena banyak dicampur dg daging babi. Hati-hati dengan restoran cepat saji, karena mereka sering (bukan vonis) mereka memakai minyak babi sebagai minyak gorengnya. Karena minyak babi lebih cepat membuat makanan matang daripada minyak goreng lainnya.
Hati-hati terhadap kue-kue. Karena kue-kue sering dibubuhi reum, atau whisky, karena itu membuat kue cepat mengembang indah, dan menghilangkan bau amis telurnya.
Hati-hati dengan makanan yang digoreng cepat. Karena banyak oknum penjual nasi goreng, mie goreng, dll, mereka memakai arak/whisky saat menggorengnya. Jika anda menyaksikan ia menggoreng, lalu ada cairan yang ia siramkan ke panci penggorengan dan dalam seketika api dari bawah penggorengan naik menyambar sampai masuk ke atas panci dan menyentuh makanan itu, maka cairan itu adalah alkohol. Sengaja disiramkan karena dengan itu api menjilat-jilat sampai naik dari kompor menyentuh makanan itu, maka makanan leih cepat matang.
Habib Munzir menghindari itu semua semampu beliau. Wara’ adalah bersungguh-sunnguh dan berhati-hati menjaga diri semampunya dalam makanan syubhat apalagi haram. Saudara-saudariku, jangan paksakan melakukan hal-hal ini. Lakukan semampunya, Allah tidak memaksa kita lebih dari kemampuan.
Mengenai isteri, Habib Munzir lebih senang memanggilnya bukan dengan namanya, tetapi dengan kata habibah (kekasih), atau sayang, atau ratuku, atau cintaku, atau sesekali dengan nama.
Habib Munzir tidak dan sangat takut menyentuh barang-barang isteri beliau. Habib Munzir tak pernah berani membuka isi tas isteri beliau. Habib Munzir sangat tidak berani membuka lemmari isteri beliau. Habib Munzir tak berani menjamah handphone istri beliau, apalagi membuka sms atau isinya. Jika berdering-dering berkelanjutan, Habib Munzir biarkan saja tanpa berani menyentuhnya.
Habib Munzir sering menginap di markas jika sedang banyak tugas. Habib Munzir jika akan pulang, lebih sering izin dulu pada istri beliau, apakah Habib Munzir diizinkan pulang atau tidak. Jika di kamar, Habib Munzir tanyakan padanya apakah akan tidur dengan Habib Munzir atau mau tidur dengan anak-anak, isterinya yang memilihnya.
Jika Habib Munzir masih beraktivitas dengan portable di malam hari, Habib Munzir izin dulu, apa boleh Habib Munzir menyalakan lampu kamar atau tidak. Jika ia sudah lelap tertidur, maka Habib Munzir hanya menggunakan lampu tidur untuk membuka file dll. Walau itu menyakiti mata dan membuat mata pedas, itu lebih Habib Munzir pilih daripada Habib Munzir menyalakan lampu mengganggu tidur isterinya.
Dalam makanan pun, Habib Munzir hampir tak pernah meminta suatu type makanan. Habib Munzir hanya tanya ada makanan apa, ada makanan atau tidak. Karena acapkali Habib Munzir pulang, makanan sudah habis, karena Habib Munzir pulang hampir selalu larut malam dari majelis. Jika tak ada makanan, maka Habib Munzir tak makan, cukup minum teh saja, atau kurma. Jika ada makanan, dan Habib Munzir sedang menyukainya maka Habib Munzir memintanya. Jika Habib Munzir sedang tak menyukainya, maka Habib Munzir tak makan.
Habib Munzir tak punya menu makananan favorit, apa saja asal halal. Jika isteri sudah tidur, Habib Munzir lebih sering memilih minta disajikan makanan oleh staf-staf yang di rumah daripada membangunkan isteri.
Habib Munzir mengizinkan isteri Habib Munzir pergi kemana saja selama tempat yang baik tentunya, tanpa perlu ia izin, kecuali perjalanan marhalatain (yang melebihi 82km) atau perjalanan jauh.
Kadang Habib Munzir pulang, sedangkan isteri Habib Munzir sudah tidur di kamar anak-anaknya. Maka Habib Munzir lebih sering membiarkannya tanpa menganggunya. Dan jika Habib Munzir pulang, kemudian beliau melihat isterinya tidak ada, Habib Munzir tak repot menanyakannya kemana ia pergi, kenapa tidak pulang dlsb. Habib Munzir tunggu sampai subuh, baru sms untuk menanyakan keberadaannya. Tentunya Habib Munzir mengetahui isteri Habib Munzir orang baik-baik dan selalu diantar para jamaah nisa lainnya. Dan keluarnya itu dimalam hari mestilah ke undangan majelis atau pada ustazah lainnya, mungkin kelelahan, mungkin ketiduran, mungkin terjebak macet, dan Habib Munzir baik sangka saja. Habib Munzir percaya penuh pada Allah swt karena setiap subuh dan isya Habib Munzir mendoakan diri Habib Munzir, isteri, anak-anak, teman-teman, dan keluarga. Dan jika ada sesuatu yang tak baik, tentunya ada kabar.
Namun bukan Habib Munzir tidak pernah menegurnya, Habib Munzir menegur dengan lembut, atau terkadang dengan tegas. Namun teguran tegas mungkin bisa dibilang tak pernah terjadi dalam setahun.
Habib Munzir lebih cenderung membiarkan jika ia salah, namun tidak terlibat dosa pada Allah, tetapi salah pada Habib Munzir. Habib Munzir lebih memilih memaafkan. Jika berulang-ulang, maka Habib Munzir tegur dengan lembut. Jika terjebak pada hal yang mungkar, dosa, misalnya mencaci/mengumpat orang lain, maka Habib Munzir tegur dengan lembut, atau Habib Munzir tinggalkan ke toilet tanpa mau mendengarkan kekesalannya / gunjingannya pada orng lain. Itu sudah isyarat baginya bahwa Habib Munzir tak suka dengan pembicaraan itu. Jika ia masih meneruskannya, maka Habib Munzir diam tak menanggapinya, atau jika sudah berlebihan maka Habib Munzir potong dengan nasihat, “Maafkan saja, itu keinginan Allah swt untuk menghapus dosa kita, menggunjingnya berarti mengambil dosanya untukmu. Sudah cukup dosa kita, untuk apa mengambil dosa orang lain? Doakan saja! Kita dapat pahala. Maafkanlah! Berarti Allah swt memaafkan banyak dosa-dosamu. Carilah pengampunan dosa dengan memaafkan kesalahan orang!”
Namun jika bertentangan dengan syari’ah atau membahayakan da’wah, maka teguran Habib Munzir tegas. Teguran tegas Habib Munzir lebih sering lewat sms, demi tak terlalu menyakiti isterinya jika berhadapan muka. Jika berlarut-larut, maka teguran tegas Habib Munzir lugas di hadapannya.
Demikian pula pada anak-anaknya, Habib Munzir cenderung lembut dan bercanda walau sambil menanyai hafalannya. Namun jika berbuat salah yang membahayakan, misalnya memaki jamaah majelis, atau ucapan yang tak beradab, Habib Munzir marah. Anak-anak Habib Munzir sangat menyayangi beliau. Mereka tidak mau Habib Munzir marah pada mereka. Maka jika wajah Habib Munzir berubah misalnya, mereka sudah mengerti untuk tak melakukan lagi perbuatannya.
Demikianlah sebagian dari akhlaq Habib Munzir dan keluarga beliau. Sungguh suatu akhlaq yang mulya dan patut dicontoh. Jika belum seluruhnya, maka contohlah semampu yang kita bisa. Wallahu a’lam.
diposkan oleh andynoize klik disini......!!!
ajib tad??? postingan antum??? sangat bermanfaat buat ane n jamaah'' yang lain..amin
BalasHapussukron ya ustadd!!!
afwan jgn manggil ane ustadz...ckup wahyu ajah..ane jgn sm kya antum...OK
BalasHapussmoga bermanfa'at utk smua umat...!!!!